Review Perkembangan Morfologi Kota Sidoarjo
Morfologi kota merupakan kajian mengenai segala bentuk nyata mengenai keruangan kota. Bentuk nyata ini meliputi arsitektur kota yaitu pedestrian, ruang terbuka, akses jalan selain itu juga karakteristik masyarakat serta kondisi ekonomi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa morfologi mencangkup seluruh unsur yaitu unsur fisik maupun non fisik. Kota tidak terbentuk secara tiba-tiba melainkan melalui sebuah proses dengan kurun waktu tertentu. Begitu juga dengan kota Sidoarjo yang tidak terbeentuk secara tiba-tiba.
Pembentukan kota Sidoarjo terjadi karena proses budaya manusia atau karena kehendak manusia terhadap kondisi geografi yang dimilikinya. Kota Sidoarjo merupakan merupakan kota industrial, industri yang terkenal yaitu industri tas dan kerupuk. Selain itu alat transportasi pun juga sudah lengkap. Seiring dengan waktu, terjadi kemajuan teknologi dan kebutuhan masyarakat sehingga membuat perkembangan kota Sidoarjo dipengaruhi oleh kepentingan penguasa tepatnya setelah didirikannya PT Lapindo Brantas Corp tepatnya 12 tahun yang lalu. Lapindo ini membuat lebih dari 20 sumur tambang gas. Lapindo merupakan sumber pendapatan kota Sidoarjo selain industri tas dan kerupuk yang sudah ada sebelumnya. Namun, hal ini berubah setelah terjadi semburan lumpur lapindo tepatnya pada awal tahun 2006.
Bencana lupur lapindo ini telah merusak keadaan fisik geografi pada daerah Sidoarjo karena banyak lahan terbuka yang terendam lumpur. Selain itu juga merusak sebagian besar permukiman, fasilitas dan akses jalan. Yang paling parah adalah bencana ini memberikan luka mendalam bagi para korban. Bagaimana tidak ? lumpur lapindo ini tidak pernah surut bahkan semakin meningkat dan menenggelamkan sebagian besar perumahan masyarakat porong sidoarjo. Dampak yang jelas terjadi setelah luapan lumpur yang terjadi yaitu perubahan terhadap karakteristik masyarakat. Kini, sisa trauma pasca-bencana masih sangat melekat pada diri para korban. Mereka kehilangan rumah yang telah dibangun dengan susah payah bahkan tidak sedikit masyarakat yang kehilangan pekerjaan. Tak sedikit pula orang yang meninggal, aset, pabrik, sekolah, dan kampung yang tenggelam. Hal ini menyebabkan banyak laki-laki yang tidak lagi bisa member nafkah pada keluarga serta banyak pelajar yang terpaksa harus menumpang belajar di sekolah lain bahkan ada juga yang putus sekolah.
Permasalahan yang kemudian muncul adalah tidak lancarnya kucuran uang yang digunakan sebagai ganti rugi terhadap perumahan korban yang terendam lumpur. Semakin terhimpitnya keadaan untuk memenuhi kebutuhan membuat banyak masyarakat yang meminjam uang pada rentenir. Dampak bencana di bidang transportasi sangatlah nyata yaitu berupa rusaknya Jalan tol Surabaya-Gempol. Sebelum bencana jalur tol ini dilalui oleh kendaraan bermotor termasuk di antaranya truck kontainer. Kerusakan tol ini menyebabkan jarak tempuh menjadi lebih lama. Selain itu jalur kereta api kini sudah mulai terendam lumpur. Hal ini semakin memberikan kekacauan di Sidoarjo.
Di bidang ekonomi riil dampak bencana ini juga tak kurang dahsyatnya. Kerugian ekonomi beroperasi di tingkatan yang lebih kecil dapat dilihat pada industri tas di Desa Kedensari, Kecamatan Tanggulangin. Begitu tol Surabaya-Gempol runtuh, maka industri tas inipun ikut limbung. Pendapatan salah satu toko menurun drastis dari sebelum bencana lumpur terjadi. Koperasi Industri Tas dan Koper (INTAKO), yang merupakan gabungan perajin tas dan koper, mengalami penurunan omzet yang sangat drastis. Penurunan omzet secara drastik ini mempengaruhi penurunan pendapatan kota Sidoarjo pula.
Lebih tiga tahun sejak bencana terjadi pertama kali pada bulan Mei tahun 2006, sampai sekarang masih banyak korban yang masih berjuang untuk memperoleh haknya. Misalnya saja dalam kelompok Gerakan Korban Lapindo Pendukung Peraturan Presiden No 14 Tahun 2007 (GEPPRES). Dalam hal ini pemerintah memegang peran yang penting untuk menyelesaikan masalah lumpur Sidoarjo. Namun, pada kenyataannya semakin lama gundukan lumpur semakin tinggi tetap saja belum ada perubahan yang dilakukan pemerintah. Untuk menyelesaikan permasalahan lumpur lapindo ini diperlukan kefokusan pemerintah untuk mengadakan pembangunan kembali di kota Sidoarjo.
Tahap awal yang harus dilakukan adalah penyuluhan kepada masyarakat karena bagaimanapun perkembangan suatu kota sangat dipengaruhi oleh peran serta masyarakat. Masyarakat adalah sebagai pelaku perkembangan sebuah kota yaitu dalam penggunaan teknologi maupun sebagai penggerak ekonomi. Kemudian pihak dari PT Lapindo Brantas dan pemerintah harus membuat anggaran untuk relokasi perumahan masyarakat yang terendam lumpur. Selain membangkitkan semangat masyarakat untuk kembali maju, PT Lapindo dan pemerintah juga harus mengembalikan hak-hak masyarakat yang hilang. Selain itu diperlukan juga relokasi sarana pendidikan, sarana kesehatan serta tempat usaha. Sehingga para korban lumpur dapat meneruskan kehidupannya. Seiring dengan perkembangan IPTEK dan pola pikir manusia, diperlukan solusi mengenai upaya pendaurulangan lumpur menjadi barang lain yang bisa mendukung pendapatan kota Sidoarjo. Selain itu, diperlukan peningkatan terhadap industri tas dan krupuk sehingga akan menambah pendapatan kota Sidoarjo. Hal ini tentu saja membutuhkan peran serta masyarakat dan pemerintah.
Dalam perencanaan mungkin terlihat lebih mudah dari pada pelaksanaannya. Namun, harus kembali disadari bahwa bencana lumpur ini bukanlah hal yang sengaja dilakukan. Dan perkembangan kota pada dasarnya membutuhkan sebuah proses yang tidak sebentar. Diperlukan adanya keseriusan dari berbagai pihak. Dan bagi kita, mendapatkan energi untuk terus memelihara harapan, karena ketiadaan harapan jauh lebih buruk daripada ketiadaan uang sekalipun.
sumber artikel :
Batubara, Bosman. 2010. “Problematika dan Siasat Ekonomi Porong Sidoarjo,” dalam desantara foundation. http://www.desantara.org/page/information/essay-articles/2644/Problematika%20dan%20Siasat%20Ekonomi%20Perempuan%20Porong. Depok.
posting tugas MAK
Posted by
Ummi Hanifah Marshush
|
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment